Total Tayangan Halaman

Selasa, 28 Desember 2010

Fakta Lingkungan tentang produksi kertas:

> 1 ton kertas = 400 rim = 200.000 lembar
> Untuk memproduksi 1 ton kertas, dibutuhkan 3 ton kayu dan 98 ton bahan baku lainnya.
> Setiap jam, dunia kehilangan 1.732,5 hektar hutan karena ditebang untuk dijadikan bahan baku kertas.
> Untuk memproduksi 3 lembar kertas dibutuhkan 1 liter air.

Selama proses produksi pun, kertas menghasilkan berbagai macam limbah. Diantaranya :

1. Dalam memproduksi 1 ton kertas, dihasilkan gas karbondioksida sebanyak kurang lebih 2,6 ton. Jumlah ini setara dengan gas buang yang dihasilkan sebuah mobil selama 6 bulan.
2. Dalam memproduksi 1 ton kertas, dihasilkan kurang lebih 72.200 liter limbah cair dan 1 ton limbah padat.
3. Setelah kertas dibuang, kertas ini akan terurai. Proses terurainya kertas menghasilkan gas metana. Dan gas metana juga merupakan penyebab pemanasan global. Malahan gas metana ini 20 kali lebih berbahaya dibanding gas karbondioksida, dalam hal menyebabkan naiknya suhu global.

Bahaya Pencemaran Logam Berat Dalam Air



Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup. Bila manusia, hewan, dan tumbuhan kekurangan air, maka akan mati. Permasalahan saat ini adalah kualitas air terutama untuk kebutuhan (mandi, mencuci, minum, dan sebagainya) di kota-kota besar di Indonesia masih memprihatinkan.

Kepadatan penduduk, limbah industri, tata ruang yang salah dan tingginya eksploitasi sumber daya air sangat berpengaruh pada kualitas air. Selain itu, banyak orang yang membuang sampah, kotoran maupun limbah ke sungai. Bahkan, ada cara lain membuang limbah berbahaya dengan menanam di kedalaman beberapa meter. Hal inilah yang menyebabkan semakin memburuknya kualitas air.

Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Athena (1996) menunjukkan 41.5 % sampel air di Jakarta mengandung Merkuri (Hg) berlebih, 25.4 % sampel air di Bogor mengandung Kadmium (Cd) berlebih, dan 41.1 % sampel air di Bogor mengandung Timbal (Pb) berlebih. Kandungan logam berat pada air minum Bogor dan Jakarta lebih tinggi dibandingkan Bekasi dan Tangerang.

Indikator yang digunakan untuk mendeteksi pencemaran air adalah cemaran logam berat didalamnya. Disebut logam berat berbahaya karena umumnya memiliki rapat massa tinggi (5 gr/cm3) dan sejumlah konsentrasi kecil dapat bersifat racun dan berbahaya. Di antara semua unsur logam berat, Hg menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya, kemudian diikuti oleh logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, dan Zn.

Logam berat merupakan komponen alami tanah. Elemen ini tidak dapat didegradasi maupun dihancurkan. Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan, air minum, atau udara. Logam berat seperti tembaga, selenium, atau seng dibutuhkan tubuh manusia untuk membantu kinerja metabolisme tubuh. Akan tetapi, dapat berpotensi menjadi racun jika konsentrasi dalam tubuh berlebih. Logam berat menjadi berbahaya disebabkan sistem bioakumulasi, yaitu peningkatan konsentrasi unsur kimia didalam tubuh mahluk hidup.

Adanya Timbal (Pb) dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan gangguan sintesis hemoglobin darah, gangguan neurologi (susunan syaraf), gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem syaraf, dan gangguan fungsi paru-paru. Selain itu, dapat menurunkan IQ pada anak kecil jika terdapat 10-20 myugram/dl dalam darah.

Kadmium (Cd) jika berakumulasi dalam jangka waktu yang lama dapat menghambat kerja paru-paru, bahkan mengakibatkan kanker paru-paru, mual, muntah, diare, kram, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati, dan gangguan kardiovaskuler. Kadmium dapat pula merusak tulang (osteomalacia, osteoporosis) dan meningkatkan tekanan darah. Gejala umum keracunan Kadmium adalah sakit di dada, nafas sesak (pendek), batuk – batuk, dan lemah.

Merkuri (Hg) dapat berakumulasi dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya, menyebabkan bronchitis, sampai rusaknya paru-paru. Gejala keracunan Merkuri tingkat awal, pasien merasa mulutnya kebal sehingga tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, gangguan psikologi (rasa cemas dan sifat agresif), dan sering sakit kepala. Jika terjadi akumulasi yang tinggi mengakibatkan kerusakan sel-sel saraf di otak kecil, gangguan pada luas pandang, kerusakan sarung selaput saraf dan bagian dari otak kecil. Turunan oleh Merkuri (biasanya etil merkuri) pada proses kehamilan akan nampak setelah bayi lahir yang dapat berupa cerebral palsy maupun gangguan mental. Sedangkan keracunan Merkuri yang akut dapat menyebabkan kerusakan saluran pencernaan, gangguan kardiovaskuler, kegagalan ginjal akut maupun shock.

Arsenik (As) dalam tubuh dapat mengganggu daya pandang mata, hiperpigmentasi (kulit menjadi berwarna gelap), hiperkeratosis (penebalan kulit), pencetus kanker, infeksi kulit (dermatitis). Selain itu, dapat menyebabkan kegagalan fungsi sumsum tulang, menurunnya sel darah, gangguan fungsi hati, kerusakan ginjal, gangguan pernafasan, kerusakan pembuluh darah, varises, gangguan sistem reproduksi, menurunnya daya tahan tubuh, dan gangguan saluran pencernaan.

Chromium (Cr) dalam tubuh dapat berakibat buruk terhadap sistem saluran pernafasan, kulit, pembuluh darah, dan ginjal. Dampak kandungan logam berat memang sangat berbahaya bagi kesehatan. Namun, kita dapat mencegahnya dengan meningkatkan kesadaran untuk ikut serta melestarikan sumber daya hayati serta menjaga kesehatan baik untuk diri sendiri maupun keluarga. Salah satu cara sederhana untuk menjaga kesehatan adalah dengan mendeteksi kondisi air yang kita gunakan sehari-hari, terutama kebutuhan untuk minum. Jika kondisi air Anda sudah terdeteksi, maka akumulasi logam berat dalam tubuh dapat kita cegah.

Deteksi air minum Anda sejak dini!!!!

Identifikasi dan Karakteristik Limbah B3

I. Pendahuluan

limbah-b31Dalam pengeolaan limbah B3, identifikasi dan karakteristik limbah B3 adalah hal yang penting dan mendasar. Didalam pengelolaan limbah B3, prinsip pengelolaan tidak sama dengan pengendalian pencemaran air dan udara yang upaya pencegahanna di poin source sedangkan pengelolaan limbah B3 yaitu from cradle to grave. Yang dimaksud dengan from cradle to grave adalah pencegahan pencemaran yang dilakukan dari sejak dihasilkannya limbah B3 sampai dengan di timbun / dikubur (dihasilkan, dikemas, digudangkan / penyimpanan, ditransportasikan, di daur ulang, diolah, dan ditimbun / dikubur). Pada setiap fase pengelolaan limbah tersebut ditetapkan upaya pencegahan pencemaran terhadap lingkungan dan yang menjadi penting adalah karakteristik limbah B3 nya, hal ini karena setiap usaha pengelolaannya harus dilakukan sesuai dengan karakteristiknya.




Menurut PP 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3, pengertian limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan / atau beracun yang karena sifat dan / atau konsentrasinya dan / atau jumlahnya, baik secara langsung dapat mencemarkan dan / atau merusak lingkungan hidup, dan / atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, keangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

Dari definisi diatas, semua limbah yang sesuai dengan definisi tersebut dapat dikatakan sebagai limbah B3 kecuali bila limbah tersebut dapat mentaati peraturan tentang pengendalian air dan atau pencemaran udara. Misalnya limbah cair yang mengandung logam berat tetapi dapat diolah dengan water treatment dan dapat memenuhi standat effluent limbah yang dimaksud maka, limbah tersebut tidak dikatakan sebagai limbah B3 tetapi dikategorikan limbah cair yang pengawasannya diatur oleh Pemerintah.

II. Identifikasi Limbah B3

Alasan diperlukannya identifikasi limbah B3 adalah:

1. mengklasifikasikan atau menggolongkan apakah limbah tersebut merupakan limbah B3 atau bukan.
2. menentukan sifat limbah tersebut agar dapat ditentukan metode penanganan, penyimpanan, pengolahan, pemanfaatan atau penimbunan.
3. menilai atau menganalisis potensi dampak yang ditimbulkan tehadap lingkngan, atau kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya

Tahapan yang dilakuka dalam identifikas limbah B3 adalah sebagai berikut:

1. Mencocokkan jenis limbah dengan daftar jenis limbah B3 sebagaimana ditetapkan pada lampiran 1 (Tabel 1,2, dan 3) PP 85/1999.
2. Apabila tidak termasuk dalam jenis limbah B3 seperti lampiran tersebut, maka harus diperiksa apakah limbah tersebut memiliki karakteristik: mudah meledak, mudah terbakar, beracun, bersifat reaktif, menyebabkan infeksi dan atau bersifat infeksius.
3. apabila kedua tahap telah dijalankan dan tidak termasuk dalam limbah B3, maka dilakukan uji toksikologi.

III. Karakteristik Limbah B3

Selain berdasarkan sumbernya (Lampiran 1,2 dan 3 PP 85/1999), suatu limbah dapat diidentifikasi sebagai limbah B3 berdasarkan uji karakteristik. Karakteristik limbah B3 meliputi:

- mudah meledak

- mudah terbakar

- bersifat reaktif

- beracun

- menyebabkan infeksi

- dan bersifat korosif

Suatu limbah diidentifikasikan sebagai limbah B3 berdasarkan karakteristiknya apabila dalam pengujiannya memiliki satu atau lebih kriteria atau sifat karakteristik limbah B3.

PENGOLAHAN LIMBAH

Agroindustri atau industri pengolahan hasil pertanian merupakan salah industri yang menghasilkan air limbah yang dapat mencemari lingkungan. Bagi industri-industri besar, seperti industri pengolahan kelapa sawit, teknologi pengolahan limbah cair yang digunakan mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat tingginya potensi pencemaran yang ditimbulkan oleh air limbah yang tidak dikelola dengan baik maka diperlukan pemahaman dan informasi mengenai pengelolaan air limbah secara benar.




Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan pengurangan (minimization), segregasi (segregation), penanganan (handling), pemanfaatan dan pengolahan limbah. Dengan demikian untuk mencapai hasil yang optimal, kegiatan-kegiatan yang melingkupi pengelolaan limbah perlu dilakukan dan bukan hanya mengandalkan kegiatan pengolahan limbah saja. Bila pengelolaan limbah hanya diarahkan pada kegiatan pengolahan limbah maka beban kegiatan di Instalasi Pengolahan Air Limbah akan sangat berat, membutuhkan lahan yang lebih luas, peralatan lebih banyak, teknologi dan biaya yang tinggi. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan, segregasi dan penanganan limbah) akan sangat membantu mengurangi beban pengolahan limbah di IPAL.


Tren pengelolaan limbah di industri adalah menjalankan secara terintergrasi kegiatan pengurangan, segregasi dan handling limbah sehingga menekan biaya dan menghasilkan output limbah yang lebih sedikit serta minim tingkat pencemarnya. Integrasi dalam pengelolaan limbah tersebut kemudian dibuat menjadi berbagai konsep seperti: produksi bersih (cleaner production), atau minimasi limbah (waste minimization).

Secara prinsip, konsep produksi bersih dan minimasi limbah mengupayakan dihasilkannya jumlah limbah yang sedikit dan tingkat cemaran yang minimum. Namun, terdapat beberapa penekanan yang berbeda dari kedua konsep tersebut yaitu: produksi bersih memulai implementasi dari optimasi proses produksi, sedangkan minimasi limbah memulai implementasi dari upaya pengurangan dan pemanfaatan limbah yang dihasilkan.


Produksi Bersih menekankan pada tata cara produksi yang minim bahan pencemar, limbah, minim air dan energi. Bahan pencemar atau bahan berbahaya diminimalkan dengan pemilihan bahan baku yang baik, tingkat kemurnian yang tinggi, atau bersih. Selain itu diupayakan menggunakan peralatan yang hemat air dan hemat energi. Dengan kombinasi seperti itu maka limbah yang dihasilkan akan lebih sedikit dan tingkat cemarannya juga lebih rendah. Selanjutnya limbah tersebut diolah agar memenuhi baku mutu limbah yang ditetapkan.


Strategi produksi bersih yang telah diterapkan di berbagai negara menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam mengatasi dampak lingkungan dan juga memberikan beberapa keuntungan, antara lain

a). Penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih efektif dan efisien;

b). Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar;

c). Mencegah berpindahnya pencemaran dari satu media ke media yang lain;

d). Mengurangi terjadinya risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan;

e). Mengurangi biaya penaatan hukum;

f). Terhindar dari biaya pembersihan lingkungan (clean up);

g). Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional;

h). Pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel dan sukarela.


Minimasi limbah merupakan implementasi untuk mengurangi jumlah dan tingkat cemaran limbah yang dihasilkan dari suatu proses produksi dengan cara pengurangan, pemanfaatan dan pengolahan limbah.

Pengurangan limbah dilakukan melalui peningkatan atau optimasi efisiensi alat pengolahan, optimasi sarana dan prasarana pengolahan seperti sistem perpipaan, meniadakan kebocoran, ceceran, dan terbuangnya bahan serta limbah.


Pemanfaatan ditujukan pada bahan atau air yang telah digunakan dalam proses untuk digunakan kembali dalam proses yang sama atau proses lainnya. Pemanfaatan perlu dilakukan dengan pertimbangan yang cermat dan hati-hati agar tidak menimbulkan gangguan pada proses produksi atau menimbulkan pencemaran pada lingkungan.

Setelah dilakukan pengurangan dan pemanfaatan limbah, maka limbah yang dihasilkan akan sangat minimal untuk selanjutnya diolah dalam instalasi pengolahan limbah.


Pada kegiatan pra produksi dapat dilakukan pemilihan bahan baku yang baik, berkualitas dan tingkat kemunian bahannya tinggi. Saat produksi dilakukan, fungsi alat proses menjadi penting untuk menghasilkan produk dengan konsumsi air dan energi yang minimum, selain itu diupayakan mencegah adanya bahan yang tercecer dan keluar dari sistem produksi.

Dari tiap tahapan proses dimungkinkan dihasilkan limbah. Untuk mempermudah pemanfaatan dan pengolahan maka limbah yang memiliki karakteristik yang berbeda dan akan menimbulkan pertambahan tingkat cemaran harus dipisahkan. Sedangkan limbah yang memiliki kesamaan karekteristik dapat digabungkan dalam satu aliran limbah. Pemanfaatan limbah dapat dilakukan pada proses produksi yang sama atau digunakan untuk proses produksi yang lain.

Limbah yang tidak dapat dimanfaatkan selanjutnya diolah pada unit pengolahan limbah untuk menurunkan tingkat cemarannya sehingga sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Limbah yang telah memenuhi baku mutu tersebut dapat dibuang ke lingkungan. Bila memungkinkan, keluaran (output) dari instalasi pengolahan limbah dapat pula dimanfaatkan langsung atau melalui pengolahan lanjutan.


Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem pengelolaan limbah setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses produksi dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan.

Limbah yang dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki karakteristik yang berlainan. Hal ini karena bahan baku, teknologi proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda. Namun akan tetap ada kemiripan karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari proses untuk menghasilkan produk yang sama.

Karakteristik utama limbah didasarkan pada jumlah atau volume limbah dan kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari unsur fisik, biologi, kimia dan radioaktif. Karakteristik ini akan menjadi dasar untuk menentukan proses dan alat yang digunakan untuk mengolah air limbah.


Pengolahan air limbah biasanya menerapkan 3 tahapan proses yaitu pengolahan pendahuluan (pre-treatment), pengolahan utama (primary treatment), dan pengolahan akhir (post treatment). Pengolahan pendahuluan ditujukan untuk mengkondisikan alitan, beban limbah dan karakter lainnya agar sesuai untuk masuk ke pengolahan utama. Pengolahan utama adalah proses yang dipilih untuk menurunkan pencemar utama dalam air limbah. Selanjutnya pada pengolahan akhir dilakukan proses lanjutan untuk mengolah limbah agar sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.


Terdapat 3 (tiga) jenis proses yang dapat dilakukan untuk mengolah air limbah yaitu: proses secara fisik, biologi dan kimia. Proses fisik dilakukan dengan cara memberikan perlakuan fisik pada air limbah seperti menyaring, mengendapkan, atau mengatur suhu proses dengan menggunakan alat screening, grit chamber, settling tank/settling pond, dll.

Proses biologi deilakukan dengan cara memberikan perlakuan atau proses biologi terhadap air limbah seperti penguraian atau penggabungan substansi biologi dengan lumpur aktif (activated sludge), attached growth filtration, aerobic process dan an-aerobic process. Proses kimia dilakukan dengan cara membubuhkan bahan kimia atau larutan kimia pada air limbah agar dihasilkan reaksi tertentu.

Untuk suatu jenis air limbah tertentu, ketiga jenis proses dan alat pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau dikombinasikan.

Pilihan mengenai teknologi pengolahan dan alat yang digunakan seharusnya dapat mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi dan pengelolaannya.
Pertanian Oleh Petani Untuk Pertanian

Pengolahan Limbah Industri Pengolahan Kayu

Adanya limbah dimaksud menimbulkan masalah penanganannya yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar yang kesemuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikatif dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada masyarakat.

Hasil evaluasi menunjukkan beberapa hal berprospek positif sebagai contoh teknologi aplikatif dimaksud dapat diterapkan secara memuaskan dalam mengkonversi limbah industri pengolahan kayu menjadi arang serbuk, briket arang, arang aktif, arang kompos dan soil conditioning.

Penerapan teknologi aplikatif dan kerakyatan ini dapat dikembangkan menjadi skala besar (pilot dan komersial) baik secara teknis maupun ekonomis. Lebih lanjut keberhasilan pemanfaatan limbah dapat memberi manfaat antara lain dari segi kehutanan dan industri kayu dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku konvensional (kayu) sehingga mengurangi laju penebangan/kerusakan hutan dan mengoptimalkan pemakaian kayu serta menghemat pengeluaran bulanan keluarga dan meningkatkan kesuburan tanah. Namun demikian mengubah pola kebiasaan masyarakat tidak mudah, diperlukan proses yang panjang.



I. PENDAHULUAN

Keberadaan dan peran industri hasil hutan utamanya kayu di Indonesia dewasa ini menghadapi tantangan yang cukup berat berkaitan dengan adanya ketimpangan antara kebutuhan bahan baku industri dengan kemampuan produksi kayu secara lestari. Bila memperhatikan kondisi hutan alam yang makin menurun berarti makin langkanya bahan baku kayu, serta besarnya tantangan berbagai aspek khususnya di sektor kehutanan (lingkungan, ekolabel, perdagangan karbon) maka perlu dilakukan perubahan mendasar dalam kebijakan pembangunan kehutanan, salah satunya dengan mengedepankan peran inovasi teknologi yang lebih berpihak kepada masyarakat khususnya industri kecil, meningkatkan efisiensi pengolahan hasil hutan serta memaksimalkan pemanfaatan kayu dan limbah biomassa yang mengarah kepada zero waste (Anonim, 2000).

Untuk industri besar dan terpadu, limbah serbuk kayu gergajian sudah dimanfaatkan menjadi bentuk briket arang dan arang aktif yang dijual secara komersial. Namun untuk industri penggergajian kayu skala industri kecil yang jumlahnya mencapai ribuan unit dan tersebar di pedesaan, limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal, seperti industri penggergajian di Jambi yang berjumlah 150 buah yang kesemuanya terletak ditepi sungai Batanghari limbah kayu gergajian yang dihasilkan dibuang ke tepi sungai tersebut sehingga terjadi proses pendangkalan dan pengecilan ruas sungai.

Beberapa teknologi alternatif untuk memanfaatkan limbah biomassa ini melalui teknologi yang aplikatif menjadi produk yang lebih bermanfaat sehingga mudah untuk disosialisasikan ke masyarakat pengguna. Teknologi tersebut di antaranya adalah teknologi pembuatan arang dari serbuk gergajian kayu dengan sistem kontinyu yang dirancang dapat dibongkar pasang (knock down) dan dapat dipindah-pindah (portable) dengan biaya yang relatif murah. Arang serbuk yang dihasilkan dapat diolah lebih lanjut menjadi produk yang lebih mempunyai nilai ekonomi seperti arang aktif, briket arang, serat karbon, arang kompos dan dapat digunakan secara langsung sebagai (soil conditioning). Sedangkan produk samping yang sudah bukan menjadi sampingan lagi yaitu cairan destilat dan ter dapat digunakan sebagai bahan pengawet, isektisida dan obat. Ditinjau dari aspek energi, briket arang ini dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif pengganti minyak tanah dan kayu bakar yang harganya semakin naik, sehingga dapat menghemat pengeluaran biaya bulanan.

Selain faktor internal, perlu diperhatikan juga faktor eksternal yang tidak kalah pentingnya seperti persaingan di pasar global yang memerlukan dukungan teknologi yang dapat meningkatkan nilai tambah, peningkatan produktivitas dan mutu produk. Kandungan teknologi (inovasi teknologi) harus dapat ditingkatkan sejalan dengan makin kompetitifnya perdagangan komoditas hasil hutan. Tanpa inovasi teknologi kelangsungan hidup industri hasil hutan tidak dapat terus berjalan apabila hanya mengandalkan potensi sumber daya alam (Anonim, 2000).



II. POTENSI LIMBAH BIOMASSA

Di Indonesia ada tiga macam industri kayu yang secara dominan mengkonsumi kayu dalam jumlah relatif besar, yaitu: penggergajian, vinir/kayu lapis, dan pulp/kertas. Sebegitu jauh limbah biomassa dari industri tersebut telah dimanfaatkan kembali dalam proses pengolahannya. sebagai bahan bakar guna melengkapi kebutuhan energi industri vinir/kayu lapis dan pulp/kertas. Yang menimbulkan masalah adalah limbah penggergajian yang kenyataannya dilapangan masih ada yang di tumpuk sebagian dibuang ke aliran sungai (pencemaran air), atau dibakar secara langsung (ikut menambah emisi karbon di atmosfir). Produksi total kayu gergajian Indonesia mencapai 2.6 juta m3 per tahun (Forestry Statistics of Indonesia 1997/1998). Dengan asumsi bahwa jumlah limbah yang terbentuk 54.24 persen dari produksi total (Martawijaya dan Sutigno 1990), maka dihasilkan limbah penggergajian sebanyak 1.4 juta m3 per tahun; angka ini cukup besar karena mencapai sekitar separuh dari produksi kayu gergajian.

III. ALTERNATIF PEMANFAATAN

Limbah industri pengolahan kayu terdiri dari limbah yang dihasilkan industri kayu lapis, pengergajian dan pengerjaan kayu yang berupa potongan ujung, sebetan, sisa kupasan, tatal dan serbuk gergajian.

A. Arang Serbuk dan Arang bongkah

Khusus untuk pembuatan arang dari serbuk gergajian kayu, teknologi yang digunakan berbeda dengan cara pembuatan arang sistem timbun dan kiln bata. Teknologi yang digunakan dalam proses pembuatan arang dari serbuk gergaji kayu ini adalah dengan menggunakan drum yang dimodifikasi dan dilengkapi dengan lubang udara di sekeliling badan drum dan cerobong asap dibagian tengah badan drum. Rendemen arang serbuk gergaji yang dihasilkan dengan cara ini sebesar 15 – 20 %. kadar karbon terikat sebesar 50 – 72 kal/g dan nilai kalor arang antara 5800 – 6300 kal/g. Mengingat cara ini kurang efektif bila ditinjau dari lamanya proses pembuatan arang serbuk yang memerlukan waktu lebih dari 10 jam dengan hasil yang tidak terlalu banyak, maka dibuat teknologi baru untuk mengatasi kekurangan cara drum tersebut. Teknologi ini dirancang dengan konstruksi yang terbuat dari plat besi siku yang dapat dibongkar pasang (sistem baut) dan ditutup dengan lembaran seng yang juga menggunakan sistem baut. Dalam satu hari (9 jam) dapat mengarangkan serbuk sebanyak 150 – 200 kg yang menghasilkan rendemen arang antara 20 – 24 %. Kadar air 3,49 %, kadar abu 5,19 %, kadar zat terbang 28,93 % dan kadar karbon sebesar 65,88 %. Arang serbuk gergaji yang dihasilkan dapat dibuat atau diolah lebih lanjut menjadi briket arang, arang aktif, dan sebagai media semai tanaman. Biaya untuk membuat kiln semi kontinyu ini adalah sebesar Rp. 2000.000,-

Untuk limbah sebetan dan potongan ujung dapat dibuat arang dengan menggunakan tungku kubah yang terbuat dari batu bata yang dipelester dengan tanah liat dan dilengkapi dengan alat penampung atau mendinginkan asap yang keluar dari cerobong sehingga didapatkan cairan ter dan destilat yang dapat diaplikasikan lebih lanjut. Di Thailand cairan wood vinegar ini merupakan produk utama dalam hal pembuatan arang yang sebelumnya merupakan produk samping karena harga jualnya tinggi yanitu sebesar 50 Bath/L sedangkan untuk arangnya hanya berharga 4 Bath/kg. Dari kapasitas tungku sebesar 4,5 ton dihasilkan cairan destilat sebanyak 150 liter dan arang sebanyak 800 kg (Sujarwo, 2000). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati (2000) menunjukkan bahwa tungku dengan kapasitas 445 kg menghasilkan arang sebanyak 60,6 kg dan cairan destilat 75,5 kg. Adapun biaya pembuatan tungku bata yang diplester dengan tanah liat yang dilengkapi dengan alat proses pendinginan sebesar Rp. 4000.000 (Nurhayati, 2000).

B. Arang aktif

Arang aktif adalah arang yang diolah lebih lanjut pada suhu tinggi sehingga pori-porinya terbuka dan dapat digunakan sebagai bahan adsorben. Proses yang digunakan sebagian besar menggunakan cara kimia di mana bahan baku direndam dalam larutan, CaCl2, MgCl2, ZnCl2 selanjutnya dipanaskan dengan jalan dibakar pada suhu 5000C. Hasilnya menunjukkan bahwa kualitas arang aktif dalam hal ini besarnya daya serap terhadap yodium memenuhi standar SII karena daya serapnya lebih dari 20 %. Sesuai dengan perkembangan teknologi dan persyaratan standar yang makin ketat serta isu lingkungan, teknologi ini sudah tidak memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut terutama untuk pemakaian bahan pengaktif ZnCl2 yang dapat mengeluarkan gas klor pada saat aktivasi.

Mensikapi kasus tersebut di atas, telah dilakukan perbaikan teknologi pembuatan arang aktif dengan cara oksidasi gas pada suhu tinggi dan kombinasi antara cara kimia dengan menggunakan H3PO4 sebagai bahan pengaktif dan oksidasi gas. Hasil penelitian Pari (1996) menyimpulkan bahwa arang aktif dari serbuk gergajian sengon yang dibuat secara kimia dapat digunakan untuk menarik logam Zn, Fe, Mn, Cl, PO4 dan SO4 yang terdapat dalam air sumur yang terkontaminas dan juga dapat digunakan untuk menjernihkan air limbah industri pulp kertas (Pari, 1996). Arang aktif yang diaktivasi dengan bahan pengaktif NH4HCO3 menghasilkan arang aktif yang memenuhi Standar Jepang dengan daya serap yodium lebih dari 1050 mg/g dan rendemen arang aktifnya sebesar 38,5 % (Pari, 1999).

Pada tahun 1986 berdiri sebuah pabrik arang aktif di Kalimantan yang membuat arang aktif dari limbah serbuk gergajian kayu dengan kapasitas produksi 3000 ton/th. Sampai sekarang terdapat dua buah pabrik pengolahan arang aktif yang menggunakan serbuk gergajian kayu sebagai bahan baku utamanya. Kualitas arang aktif yang dihasilkan memenuhi SNI karena daya serap yodiumnya lebih dari 750 mg/g, tetapi belum memenuhi standar Jepang. Harga jual arang aktif bervariasi antara Rp 6.500 – Rp 15.000/kg tegantung pada kualitas yang diinginkan. Untuk arang aktif buatan Jerman harganya mencapi Rp 65.000/0,5 kg.

C. Briket arang

Briket arang adalah arang yang diolah lebih lanjut menjadi bentuk briket (penampilan dan kemasan yang lebih menarik) yang dapat digunakan untuk keperluan energi sehari-hari. Pembuatan briket arang dari limbah industri pengolahan kayu dilakukan dengan cara penambahan perekat tapioka, di mana bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicapur perekat, dicetak (kempa dingin) dengan sistem hidroulik manual selanjutnya dikeringkan. Hasil penelitian Hartoyo, Ando dan Roliadi (1978) menyimpulkan bahwa kualitas briket arang yang dihasilkan setaraf dengan briket arang buatan Inggris dan memenuhi persyaratan yang berlaku di Jepang karena menghasilkan kadar abu dan zat mudah menguap yang rendah serta tingginya kadar karbon terikat dan nilai kalor. Selain itu hasil penelitian Sudrajat (1983) yang membuat briket arang dari 8 jenis kayu dengan perekat campuran pati dan molase menyimpulkan bahwa makin tinggi berat jenis kayu, karepatan briket arangnya makin tinggi pula. Kerapatan yang dihasilkan antara 0,45 – 1,03 g/cm3 dan nilai kalor antara 7290 – 7456 kal/g.

Pembuatan briket arang yang dilakukan sekarang adalah bahan baku yang digunakan adalah sudah langsung dalam bentuk arang serbuk sehingga proses penggilingan dan pengayakan bahan baku yang dilakukan sebelumnya dapat dihilangkan. Proses selanjutnya adalah penambahan perekat tapioka dan pengepresan seperti pembuatan briket arang sebelumnya. Untuk membuat alat cetak briket sistem manual hidroulik dengan jumlah lubang 24 buah diperlukan biaya Rp 18.000.000,-

Pada tahun 1990 berdiri pabrik briket arang tanpa perekat di Jawa Barat dan Jawa Timur yang menggunakan serbuk gergajian kayu sebagai bahan baku utamanya. Proses pembuatan briket arangnya berbeda dengan cara yang disebutkan di atas. Bahan baku serbuk gergajian kayu dikeringkan selanjutnya dibuat briket kayu dengan sistem ulir berputar dan berjalan sambil dipanaskan kemudian diarangkan dalam kiln bata. Kualitas briket arang yang dihasilkan mempunyai nilai kalor kurang dari 7000 kal/g yaitu sebesar 6341 kal/g dan kadar karbon terikatnya sebesar 74,35 %. Namun demikian studi yang dilaksanakan di Jawa Barat menunjukkan bahwa pabrik briket arang dengan kapasitas sebanyak 260 kg briket arang/hari dapat menguntungkan. Di pasar swalayan sekarang dapat dibeli briket arang dari kayu dengan dengan harga jual Rp 12.000/2,5 kg.

Apabila briket arang dari serbuk gergajian ini dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif baik sebagai pengganti minyak tanah maupun kayu bakar maka akan dapat terselamatkan CO2 sebanyak 3,5 juta ton untuk Indonesia, sedangkan untuk dunia karena kebutuhan kayu bakar dan arang untuk tahun 2000 diperkirakan sebanyak 1,70 x 109 m3 (Moreira (1997) maka jumlah CO2 yang dapat dicegah pelepasannya sebanyak 6,07 x 109 ton CO2/th.

D. Energi.

Jenis limbah yang digunakan sebagai sumber energi dapat berupa potongan ujung, sisa pemotongan kupasan, serutan dan seruk gergajian kayu yang kesemuanya digunakan untuk memanaskan ketel uap. Pada industri kayu lapis keperluan pemakaian bahan bakar untuk ketel uap sebesar 19,7 % atau 40 % dari total limbah yang dihasilkan.

Untuk industri pengeringan papan skala industri kecil proses pengeringannya dilakukan secara langsung dengan membakar limbah sebetan atau potongan ujung, panas yang dihasilkan dengan bantuan blower dialirkan ke dalam suatu ruangan yang berisi papan yang akan dikeringkan. Hasil penelitian Nurhayati (1991) menyimpulkan bahwa untuk mengeringkan papan sengon sebanyak 10260 kg berat basah pada kadar air 161,04 % menjadi 5220 kg papan pada kadar air 6,58 % selama 6 hari menghabiskan limbah sebanyak 3433 kg. Teknologi lainnya adalah proses konversi kayu menjadi bahan bakar melalui proses gasifikasi. Hasil penelitian Nurhayati dan Hartoyo (1992) menyimpulkan bahwa limbah kayu kamper dapat dikonversi menjadi bahan bakar dengan sistem gasifikasi fluidized bed yang menghasilkan nilai kalor gas sebesar 7,106 MJ/m3 dengan komposisi gas H2 = 5,6 %; CO = 11,77 %, CH4 = 3,99 %; C2H4 = 4,34 %, C2H6 = 0,21 %, N2 = 57,69 % O2 = 0,40 % dan CO2 = 15,71 %.

E. Soil conditioning

Penggunaan arang baik yang berasal dari limbah eksploitasi maupun yang berasal dari industri pengolahan kayu untuk soil conditioning, merupakan salah satu alternatif pemanfaatan arang selain sebagai sumber energi. Secara morfologis arang memiliki pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah. Oleh sebab itu aplikasi arang pada lahan-lahan terutama lahan miskin hara dapat membangun dan meningkatkan kesuburan tanah, karena dapat meningkatkan beberapa fungsi antara lain: sirkulasi udara dan air tanah, pH tanah, merangsang pembentukan spora endo dan ektomikoriza, dan menyerap kelebihan CO2 tanah. Sehingga dapat meningkatkan produktifitas lahan dan hutan tanaman.

Hasil penelitian pendahuluan Gusmailina et. al. (1999), menunjukkan bahwa pemberian arang dan arang aktif bambu sebagai campuran media tanam dapat meningkatkan persentase pertumbuhan baik pada tingkat semai maupun anakan (seedling) dari Eucalyptus urophylla. pemberian arang serbuk gergaji dan arang sarasah dapat meningkatkan pertumbuhan anakan Acacia mangium dan Eucalyptus citriodora lebih dari 30 % dibanding tanpa pemberian arang, begitu juga pemberian arang di lapangan dapat meningkatkan diameter batang tanaman E. urophylla. Sedangkan untuk tanaman pertanian seperti cabe (Capsicum annum) penambahan arang bambu sebanyak 5 % dan arang sekam sebanyak 10 % dapat meningkatkan persentasi pertumbuhan tinggi tanaman menjadi 11 %. Namun demikian akan lebih baik bila pada waktu penanaman, arang yang ditambahkan dicampur dengan kompos. Hasil sementara menunjukkan dengan penambahan arang serbuk gergajian kayu dan kompos serbuk menghasilkan diameter pohon yang lebih besar (7,9 cm) dibanding tanpa pemberian kompos.

F. Kompos dan Arang Kompos

Serbuk gergaji merupakan salah satu jenis limbah industri pengolahan kayu gergajian. Alternatif pemanfaatan dapat dijadikan kompos untuk pupuk tanaman. Hasil penelitian Komarayati (1996) menunjukkan bahwa pembuatan kompos serbuk gergaji kayu tusam (Pinus merkusii) dan serbuk gergaji kayu karet (Hevea braziliensis) dengan menggunakan activator EM4 dan pupuk kandang menghasilkan kompos dengan nisbah C/N 19,94 dan rendemen 85 % dalam waktu 4 bulan. Selain itu Pasaribu (1987) juga memanfaatkan serbuk gergaji sengon (Paraserianthes falcataria) sebagai bahan baku untuk kompos. Kompos yang dihasilkan mempunyai nisbah C/N 46,91 dengan rendemen 90 % dalam waktu 35 hari. Hasil penelitian pemberian kompos serbuk dan sarasah pohon karet dapat meningkatkan pertumbuhan Eucalyptus urophylla 40-50 % dalam waktu 5 bulan dibanding tanpa pemberian kompos.

Penelitian dengan menggunakan residu fermentasi padat anaerobik dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi dan diameter anakan Eucalyptus urophylla sampai 11,65 cm dan 1,24 cm (Gusmailina et al, 1990) sedangkan untuk anakan Paraserianthes falcataria sebesar 9,33 cm dan 0,11 cm (Komarayati et al, 1992 dan Komarayati, 1993).



IV. PENERAPAN

Hasil-hasil penelitian tersebut tidak akan berarti tanpa disebarluaskan kepada masyarakat pengguna. Untuk hal ini perlu dilakukan serangkaian ujicoba, maupun alih teknologi kepada masyarakat dengan tujuan selain untuk mempertanggung jawabkan hasil penelitian kepada masyarakat yang telah membiaya kegiatan penelitian ini melalui penerimaan pajak yang disetorkan kepada negara juga untuk memberikan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi yang pada akhirnya masyarakat dapat membuat dan mengolah sendiri bahan-bahan yang belum termanfaatkan, minimal untuk kebutuhan sendiri sehingga dapat menghemat pengeluaran biaya bulanan. Hasil sosialisasi yang dilakukan oleh Hendra dan Pari (2001) penambahan arang-kandang dapat meningkatkan panen cabe 2 kali lebih besar dibanding tanpa memakai arang kandang dan tanah bekas pakai masih tetap subur karena arangnya masih tersedia dan tidak lapuk. Hasil sosialisasi yang dilakukan oleh Gusmailina dkk (2002) mengenai aplikasi arang kompos dari serbuk gergajian kayu sebagai media tanaman cabe dalam kantung plastik di pekarangan rumah dapat menghemat pengeluaran keluarga sebanyak Rp 50.000/bulan, sehingga dapat digunakan untuk keperluan lain terutama untuk pendidikan. Namun demikian untuk mengubah kebiasaan yang biasa dilakukan oleh masyarakat tidak mudah, diperlukan waktu yang panjang seperti mengubah kebiasaan menggunakan kayu bakar dengan arang/briket arang dan mengubah kebiasaan menggunakan pupuk sintetis kepada pupuk organik.



V. KESIMPULAN

Potensi bahan baku kayu yag belum termanfaatkan adalah sebesar 2,03 juta m3/th untuk industri pengolahan kayu. Limbah dari industri pengolahan kayu dapat dimanfaatkan menjadi arang serbuk dengan teknologi kiln semi kontinyu, briket arang, arang aktif, arang kompos, soil conditioning Hasil sosialisasi arang kompos dapat menghemat pengeluaran bulanan keluarga dan lebih menyuburkan lahan tanah. Namun demikian sulit untuk mengubah pola budaya yang sudah biasa dilakukan oleh masyarakat



DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 1967. Japanese Industrial Standard. Testing method for powdered activated carbon. JIS K-1474. Japanese Standard Association, Tokyo.
2. Anonim. 1995. Arang aktif teknis. Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 , Jakarta.
3. Anonim. 2000. Sambutan Mentri Kehutanan dan perkebunan pada seminar nasional kehutanan Masa depan industri hasil hutan (kayu) di Indonesia. Departemen Kehutanan dan Pekebunan, Jakarta
4. Anonim. 1995. Penilaian rendemen dan produktivitas pabrik kayu lapis PT Erna Djuliawati di Sanggau, Kalimantan Barat. Kerjasama antara P3HHSEK dengan PT Erna Djuliawati, Bogor.
5. Anonim. 1997. Forestry statistic of Indonesia. Secretary General of Forestry. Ministry of Forestry and Estate Crops, Bureau of Planning, Jakarta.



http://www.roycollections.co.cc/index.php?option=com_content&view=article&id=25:pengolahan-limbah-industri-pengolahan-kayu&catid=3:umum&Itemid=404

AMDAL

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

* Apa yang dimaksud dengan AMDAL?
* Apa guna AMDAL?
* Bagaimana Prosedur AMDAL?
* Siapa yang menyusun AMDAL?
* Siapa saja yang terlibat dalam AMDAL?
* Apa yang dimaksud dengan UKL dan UPL
* Apa kaitan AMDAL dengan dokumen/kajian lingkungan lainnya?


Apa yang dimaksud dengan AMDAL?


AMDAL merupakan singkatan dari Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan.

Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan).

"kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup; dibuat pada tahap perencanaan"

Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberian ijin usaha dan/atau kegiatan.

Dokumen AMDAL terdiri dari :

* Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
* Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
* Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
* Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)


Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak.

Apa guna AMDAL?

* Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
* Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
* Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
* Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
* Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan


"memberikan alternatif solusi minimalisasi dampak negatif"

"digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan/pemberi ijin usaha dan/atau kegiatan"

Bagaimana prosedur AMDAL?

Prosedur AMDAL terdiri dari :

* Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
* Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat
* Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)
* Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.


Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat. Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.

Proses penyusunan KA-ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses pelingkupan).

Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL).

Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa mengajukan dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

Siapa yang harus menyusun AMDAL?

Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus telah memiliki sertifikat Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor 09/2000.

Siapa saja pihak yang terlibat dalam proses AMDAL?

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan.

Komisi Penilai AMDAL adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.

Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan.

Masyarakat yang berkepentingan adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi masyarakat terkena dampak, dan masyarakat pemerhati.

Apa yang dimaksud dengan UKL dan UPL ?

Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).

Kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL tetap harus melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan.

Kewajiban UKL-UPL diberlakukan bagi kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun AMDAL dan dampak kegiatan mudah dikelola dengan teknologi yang tersedia.

UKL-UPL merupakan perangkat pengelolaan lingkungan hidup untuk pengambilan keputusan dan dasar untuk menerbitkan ijin melakukan usaha dan atau kegiatan.

Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan formulir isian yang berisi :

* Identitas pemrakarsa
* Rencana Usaha dan/atau kegiatan
* Dampak Lingkungan yang akan terjadi
* Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
* Tanda tangan dan cap

Formulir Isian diajukan pemrakarsa kegiatan kepada :

* Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Kabupaten/Kota untuk kegiatan yang berlokasi pada satu wilayah kabupaten/kota
* Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup Propinsi untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu Kabupaten/Kota
* Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan untuk kegiatan yang berlokasi lebih dari satu propinsi atau lintas batas negara



Apa kaitan AMDAL dengan dokumen/kajian lingkungan lainnya ?

AMDAL-UKL/UPL

Rencana kegiatan yang sudah ditetapkan wajib menyusun AMDAL tidak lagi diwajibkan menyusun UKL-UPL (lihat penapisan Keputusan Menteri LH 17/2001). UKL-UPL dikenakan bagi kegiatan yang telah diketahui teknologi dalam pengelolaan limbahnya.

AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Wajib

Bagi kegiatan yang telah berjalan dan belum memiliki dokumen pengelolaan lingkungan hidup (RKL-RPL) sehingga dalam operasionalnya menyalahi peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup, maka kegiatan tersebut tidak bisa dikenakan kewajiban AMDAL, untuk kasus seperti ini kegiatan tersebut dikenakan Audit Lingkungan Hidup Wajib sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 30 tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan yang Diwajibkan.

Audit Lingkungan Wajib merupakan dokumen lingkungan yang sifatnya spesifik, dimana kewajiban yang satu secara otomatis menghapuskan kewajiban lainnya kecuali terdapat kondisi-kondisi khusus yang aturan dan kebijakannya ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Kegiatan dan/atau usaha yang sudah berjalan yang kemudian diwajibkan menyusun Audit Lingkungan tidak membutuhkan AMDAL baru.

AMDAL dan Audit Lingkungan Hidup Sukarela

Kegiatan yang telah memiliki AMDAL dan dalam operasionalnya menghendaki untuk meningkatkan ketaatan dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat melakukan audit lingkungan secara sukarela yang merupakan alat pengelolaan dan pemantauan yang bersifat internal. Pelaksanaan Audit Lingkungan tersebut dapat mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 42 tahun 1994 tentang Panduan umum pelaksanaan Audit Lingkungan.

Penerapan perangkat pengelolaan lingkungan sukarela bagi kegiatan-kegiatan yang wajib AMDAL tidak secara otomatis membebaskan pemrakarsa dari kewajiban penyusunan dokumen AMDAL. Walau demikian dokumen-dokumen sukarela ini sangat didorong untuk disusun oleh pemrakarsa karena sifatnya akan sangat membantu efektifitas pelaksanaan pengelolaan lingkungan sekaligus dapat "memperbaiki" ketidaksempurnaan yang ada dalam dokumen AMDAL.

Dokumen lingkungan yang bersifat sukarela ini sangat bermacam-macam dan sangat berguna bagi pemrakarsa, termasuk dalam melancarkan hubungan perdagangan dengan luar negeri. Dokumen-dokumen tersebut antara lain adalah Audit Lingkungan Sukarela, dokumen-dokumen yang diatur dalam ISO 14000, dokumen-dokumen yang dipromosikan penyusunannya oleh asosiasi-asosiasi industri/bisnis, dan lainnya.

DIAGRAM PARETO

Diagram Pareto



Fungsi dari Diagram Pareto adalah untuk dipergunakan mengidentifikasi dan mengevaluasi tipe-tipe/jenis-jenis Non Conformance. Pareto Chart dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi Italia yang bernama Vilredo Pareto pada abad ke 19. Pareto Diagram digunakan untuk memperbandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar disebelah kiri ke yang paling kecil disebelah kanan. Susunan tersebut akan membantu kita untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji. Dengan bantuan Pareto Diagram tersebut kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak yang paling besar terhadap kejadian daripada meninjau berbagai sebab suatu waktu.

Berbagai Pareto Chart dapat digambarkan dengan menggunakan data yang sama, tetapi digambarkan secara berlainan. Dengan cara menunjukkan data menurut frekuensi terjadinya, menurut biaya, menurut waktu terjadinya, dapat diungkapkan berbagai prioritas penanganannya tergantung pada kebutuhan spesifik yang ada. Dengan demikian tidak dapat begitu saja ditentukan bar yang terbesar dalam Pareto Chart sebagai persoalan yang terbesar. Dalam hal ini harus dikumpulkan terlebih dahulu informasi secukupnya. Dalam mengadakan Analisis Pareto, yang diatasi adalah sebab kejadian, bukannya gejalanya.

Langkah yang dipergunakan ialah (Eugene L. Grant, 1988):
- Mengidentifikasi tipe-tipe/jenis-jenis yang akan diperbandingkan. Jika pengkategorian Peta Kontrol sudah dibuat maka untuk membuat identifikasi ini adalah mudah. Setelah itu merencanakan dan melaksanakan pengumpulan data, yaitu:
- Menentukan masalah yang akan diteliti.
-Menentukan data apa yang akan diperlukan dan bagaimana mengklasifikasikan atau mengkategorikan data itu.
- Menentukan metode dan periode pengumpulan data.
- Menentukan frekuensi dari kategori Non Conformance yaitu dengan membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari masalah yang telah diteliti dengan menggunakan Check Sheet.
- Mengurutkan menurut frekuensinya yaitu dengan membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai yang terendah.
- Menghitung prosentase dari frekuansi tersebut yaitu dengan menghitung frekuensi kumulatif, prosentase dari total kejadian dan prosentase dari total kejadian secara kumulatif.
- Membuat diagram berdasarkan pada urutan diatas.
- Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas Penyebab Utama dari masalah yang sedang terjadi tersebut.

Dengan demikian dapat diketahui frekuensi Non Conformance yang paling tinggi, meskipun tidak harus yang paling penting. Diagram Pareto untuk analisis dapat dibagi dua yaitu (Vincent Gaspersz, 2001):

1. Diagram Pareto mengenai Fenomena:
Yaitu yang berkaitan dengan hasil-hasil yang tidak diinginkan dan digunakan untuk mengetahui masalah utama yang ada.
Misalnya:
- Kualitas: kerusakan, kegagalan, keluhan, perbaikan dan lain-lain.
- Biaya: jumlah kerugian, ongkos pengeluaran dan lain-lain.
- Delivery: penundaan delivery, keterlambatan pembayaran dan lain-lain.
- Keamanan: kecelakaan, kesalahan, gangguan dan lain-lain.

2. Diagram Pareto mengenai Penyebab:
Yaitu yang berkaitan dengan penyebab dalam proses dan dipergunakan untuk mengetahui apa penyebab utama dari masalah yang ada.
Misalnya:
- Operator: umur, pengalaman, ketrampilan, sifat individual dan lain-lain.
- Mesin: peralatan, istrumen dan lain-lain.
- Bahan Baku: pembuatan bahan baku, macamnya dan lain-lain.
- Metode Operasi: kondisi operasi, metode kerja, sistem pengaturan dan lain-lain.

Jadi kegunaan Pareto Diagram adalah:
• Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu ditangani. Pareto Chart dapat membantu kita untuk memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan.
• Menunjukkan hasil upaya perbaikan. Sesudah dilakukan tindakan korektif berdasarkan prioritas, kita dapat mengadakan pengukuran ulang dan membuat Pareto Chart yang baru. Apabila terdapat perubahan dalam Pareto Chart yang baru itu, maka tindakan korektif tersebut ada dampaknya.
• Menyusun data menjadi informasi yang berguna. Dengan Pareto Chart sejunlah data yang besar dapat disaring menjadi informasi yang signifikan.

Balance Scorecard

Balance Scorecard (BSC) sebuah metode manajemen pengelolaan kinerja perusahaan yang sudah banyak dipake diberbagai perusahaan. Framework BSC memandang kinerja perusahaan harus dilihat secara seimbang antara kinerja perusahaan di masa lalu (past) dengan masa depan (future). Keseimbangan antara keduanya itu menjadi tolok ukur kinerja perusahaan.

Mengelola kinerja perusahaan adalah menentukan Key Performance Indicators (KPI) yang digunakan untuk merepresentasikan kinerja perusahaan. Ibarat anak sekolahan KPI adalah semacam mata pelajaran yang diakhir periode (semester ato caturwulan) akan dilaporkan nilainya. Definisi Kpi sendiri adalah sebuah metrik (terukur & dapat diukur) yang menyatakan efektifitas dan efisiensi sebuah pekerjaan. Ada banyak indikator kinerja yang bisa digunakan untuk mengukur akan tetapi harus dipilih benar indikator-indikator yang menunjukan efektif & efisiensinya sebuah pekerjaan.

Yang terjadi dibanyak perusahaan, kinerja diukur berdasarkan kinerja keuangan. Hal ini memang tidak salah, keuangan yang baik memberikan informasi bahwa perusahaan tersebut dalam kondisi yang sehat namun kinerja keuangan hanya memberikan penjelasan tentang kondisi perusahaan di masa lalu, sementara kinerja di masa sekarang atau masa depan tidak dapat kita ketahui.

Balance scorecard membagi kinerja perusahaan dalam 4 perspektif pokok yaitu financial, customer, internal business process, dan learning & growth. Perspektif financial menampilkan kinerja perusahaan di masa lalu sedangkan ketiganya merupakan kinerja masa depan. Pada perkembangan sekarang ada penambahan elemen ke 5 yaitu: Community Development (comdev).

Sering terjadi kesalahan dalam memahami makna balance di BSC, masih banyak yang berpikir bahwa yang dikatakan balance tersebut adalah seimbang dalam ukuran jumlah perspektif. Hal ini tentu saja merupakan sebuah kesalahan. Makna balance dalam BSC adalah dalam menilai sebuah kinerja harus seimbang, karena kinerja sebuah perusahaan tidak bisa dilihat dari kinerja yang telah lalu (financial) akan tetapi hal-hal yang menentukan kinerja masa depan (customer, internal business process dan learning & growth) juga harus diperhatikan. Boleh saja sebuah perusahaan memperoleh laba yang besar, namun jika customernya berpaling ke yang lain maka dapat disimpulkan kinerjanya dimasa depan akan berkurang. Sebuah pengelolaan kinerja merupakan proses yang berjalan secara terus menerus.

Salah satu perbedaan metode balance scorecard (dibandingkan dengan metode yang lain seperti IPMS) adalah Kpi-kpi dalam balanced scorecard diturunkan dari visi dan misi perusahaan yang dideploy sampai pada strategy objectif. Baru dari strategy objectif ini bisa diidentifikasikan Kpi-kpi yang diperlukan. Hal ini berbeda dengan metode IPMS yang membentuk Kpi-kpi dari stackholder requirement.

IPMS

Integrated Performance Management System (IPMS) adalah salah satu metode yang digunakan untuk menentukan Kpi-Kpi. Berbeda dengan BSC yang berasal dari Amerika, IPMS lebih berkembang dan populer di Eropa/Inggris. Dalam menentukan Kpi, IPMS berpatokan pada stackholder requirement. Dari kebutuhan masing-masing stakeholder dapat diidentifikasikan Performance Indicators (PI). Selanjutnya dari PI-PI yang ada bisa dipilih Kpi-Kpi yang bisa digunakan.

Indentifikasi dengan IPMS menghasilkan PI yang jauh lebih banyak dan mudah daripada dengan menggunakan BSC, akan tetapi menentukan Kpi yang tepat dengan menggunakan IPMS menjadi lebih sulit. Jika BSC lebih merupakan pendekatan top-bottom, maka IPMS merupakan pendekatan bottom-up dalam menentukan Kpi2.

Implementasi

Sering terjadi kebingungan dalam menentukan metode yang akan digunakan. Pemilihan metode sangat tergantung pada kondisi perusahaan itu sendiri. Pada umumnya BSC lebih disering digunakan pada organisasi yang mencari keuntungan (profit), sedangkan IPMS sering digunakan untuk menentukan Kpi pada organisasi nonprofit. Dalam beberapa kasus menggunakan kombinasi keduanya akan lebih mudah, hal ini sering disebabkan karena sulitnya mendeploy visi, misi perusahaan ke strategy objectif. Setelah didapatkan PI-PI kemudian di linkingkan dengan visi-misi dan strategy perusahaan.
Pengertian rencana bisnis adalah dokumen tertulis yang mendeskripsikan semua elemen internal dan elemen eksternal yang relevan dan strategi-strategi untuk memulai sebuah perusahaan baru.

Pengertian analisis lingkungan adalah penilaian variable-variable tak terkendali eksternal yang mungkin dmemengaruhi rencana bisnis.

Pengertian analisis industri adalah meninjau tren-tren industry dan strategi-strageti kompetitif.

Pengertian deskripsi perusahaan adalah memberikan tinjauan lengkap mengenai produk, jasa dan operasi-operasi perusahaan baru.

Pengertian rencana produksi adalah detail-detail mengenai bagaimana produk akan dibuat.

Pengertian rencana pemasaran adalah mendeskripsikan kondisi pasar serta strategi yang berhubungan dengan bagaimana suatu produk dan jasa didistribusikan,diberi harga, dan dipromosikan.

Pengertian rencana organisasional adalah mendeskripsikan bentuk kepemilikan serta garis otoritas dan tanggung jawab anggota-anggota perusahaan baru.

Pengertian penilaian risiko adalah mengidentifikasikan bahaya potensial dan strategi-strategi alternative untuk mencapai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan rencana bisnis.

Pengertian rencana financial adalah perkiraan data financial utama yang menentukan kemungkinan diterapkanya rencana tersebut secara ekonomis dan komitmen investasi financial yang penting.



Sumber : : buku KEWIRAUSAHAAN bab5 ,Robert D. Hisrich,Michael P. Peters, Dean A. Shepherd,penerbit salemba empat.

Senin, 27 Desember 2010

“Peramalan Dan Metode konvensional Pengendalian Persediaan”

A.Peramalan

Peramalan adalah seni dan ilmu untuk memprediksi masa depan.Peramalan adalah tahap awal, dan hasil ramalan merupakan basis bagi seluruh tahapan pada perencanaan produksi.

Jadi, Peramalan adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di masa datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun jasa. Salah satu jenis peramalan adalah peramalan permintaan. Peramalan permintaan merupakan tingkat permintaan produk – produk yang diharapkan akan terealisasi untuk jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang Untuk menjamin efektivitas dan efisiensi dari sistem peramalan permintaan, terdapat Sembilan langkah yang harus diperhatikan yaitu :

1.Menentukan tujuan dari peramalan
2.Memilih item independent demand yang diramalkan
3.Menentukan horizon waktu dari peramalan
4.Memilih model – model peramalan
5.Memperoleh data yang dibutuhkan untuk melakukan peramalan
6.Validasi model peramalan
7.Membuat peramalan
8.Implementasi hasil – hasil peramalan
9.Memantau keandalan hasil peramalan

Proses peramalan dilakukan pada level agregat (part family); bila data yang dimiliki adalah data item, maka perlu dilakukan agregasi terlebih dahulu. Metode: Kualitatif dan kuantitatif.
Terminologi: perioda, ias at, lead time, fitting error, forecast error, data dan hasil ramalan.

•Peramalan Eksplanatoris dan Deret Berkala
Kedua pendekatan ini saling melengkapi dan dimaksudkan untuk jenis penggunaan yg berbeda. Pendekatan ekspalanatoris mengasumsikan adanya hubungan sebab akibat di antara input dengan output dari suatu system

•Persyaratan Penggunaan Metode Kuantitatif:
1.Tersedia informasi tentang masa lalu.
2.Informasi tersebut dapat di kuantitatifkan dalam bentuk data ias at.
3.Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus berlanjut di masa mendatang

•Pola data metode deret berkala (1)
1.Pola ias ator (H) terjadi bilamana data berfluktuasi disekitar nilai rata-rata yg konstan. Suatu produk yg penjualannya tdk meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini.

2.Pola musiman (S) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh ias a musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada minggu tertentu). Penjualan dari produk seperti minuman ringan, es krim, dan bahan bakar pemanas ruang semuanya menunjukkan jenis pola ini.

3.Pola siklis (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis. Contoh: Penjualan produk seperti mobil, baja, dan peralatan utama lainnya.

4.Pola trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data. Contoh: Penjualan banyak perusahaan, GNP dan berbagai ias ator bisnis atau ekonomi lainnya. Jenis pola ini dapat dilihat pada Gambar 1.4.

B.Fungsi Peramalan
Dalam fungsi peramalan tidak hanya termasuk di dalamnya teknik khusus dan model, tetapi juga termasuk input dan output dari subyek peramalan .Pengembangan fungsi peramalan dibutuhkan untuk mengidentifikasi output, karena spesifikasi output dapat menyederhanakan pemilihan model peramalan, tetapi fungsi permalan tidaklah lengkap tanpa mempertimbangkan input.
Peramalan biasanya meliputi beberapa pertimbangan berikut ini :
1.Item yang diramalkan
2.Peramalan dari atas (top-down) atau dari bawah (buttom-up)
3.Teknik peramalan (model kuantitatif atau kualitatif)
4.Satuan yang digunakan
5.Interval/horison waktu
6.Komponen peramalan
7.Ketepatan peramalan
8.Pengecualian dan situasi khusus
9.Perbaikan parameter model peramalan.

C.Peramalan dan Horison Waktu
Dalam hubunganya dengan horizon waktu peramalan, kita dapat mengklasifikasikan peramalan tersebut ke dalam 3 kelompok, yaitu :
1.Peramalan Jangka Pajang, umumnya 2 sampai 10 tahun. Peramaln ini digunakan untuk perencanaan produk dan perencanaan sumber daya.
2.Peramalan Jangka Menengah, umumnya 1 sampai 24 bulan. Peramalan ini lebih mengkhusus dibandingkan peramalan jangka panjang, biasanya digunakan untuk menentukan aliran kas, perencanaan produksi, dan penentuan anggaran.
3.Peramalan Jangka Pendek, umumnya 1 sampai 5 minggu. Peramalan ini digunakan untuk mengambil keputusan dalam hal perlu tidaknya lembur, penjadwalan kerja, dan lain – lain.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Peramalan
Permintaan suatu produk pada suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan yang saling berinteraksi dalam pasar yang berada di luar kendali perusahaan. Dimana faktor – faktor lingkungan tersebut juga akan mempengaruhi peramalan. Berikut ini merupakan beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi peramalan :
1.Kondisi umum bisnis dan ekonomi
2.Reaksi dan tindakan pesaing
3.Tindakan pemerintah
4.Kecenderungan pasar


Karakteristik Peramalan yang Baik
Peramalan yang baik mempunyai beberapa criteria yang penting, antara lain akurasi, biaya, dan kemudahan. Penjelasan dari criteria – criteria tersebut adalah sebagai berikut :
•Akurasi. Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasan dan kekonsistensian peramalan. Hasil peramalan dikarakan bias bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah dibanidng dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan peramalan relatif kecil.

Buffa menjelaskan bahwa metode yang lebih canggih tidak menjamin dihasilkannya hasil yang lebih akurat ketimbang metode yang lebih sederhana, lebih mudah diterapkan, dan lebih murah. Berikut ini merupakan temuan – temuan yang berhubungan dengan pemilihan metode peramalan dan akurasi hasil peramalan :
1.Akurasi peramalan meningkat jika ramalan dari lebih banyak metode dikombinasikan untuk menghasilkan ramalan akhir; tetapi dampak marjinal dari penambahan satu metode berkurang dengan semakin banyaknya jumlah metode yang digunakan.
2.Resiko kesalahan yang lebih besar dalam peramalan yang mungkin disebabkan oleh pemilihan metode yang keliru, resiko kesalahan akan berkurang jika hasil dari dua atau lebih metode dikombinasikan.
3.Variabilitas dalam akurasi ramalan diantara berbagai kombinasi metode peramalan berkurang dengan makin banyaknya metode yang digunakan.
4.Biaya. Biaya yang diperlukan untuk pembuatan suatu peramalan tergantung dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode peramalan, dan metode peramalan yang dipakai.
5.Kemudahan. Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan mudah diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan.
Beberapa Sifat Hasil Peramalan

Dalam membuat peramalan atau menerapkan hasil peramalan, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :
1.Peramalan pasti mengandung kesalahan, artinya peramal hanya ias mengurangi ketidakpastian yang akan terjadi tetapi tidak dapat menghilangkan ketidakpastian tersebut.
2.Peramalan seharusnya memberikan informasi mengenai berapa ukuran kesalahan.
3.Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan dengan peramalan jangka panjang.

D.Peraturan Peramalan
Terdapat beberapa peraturan yang harus diperhatikan sebelum melakukan peramalan, yaitu :
- Tidak boleh meramalkan produk – produk yang tergolong ke dalam dependent demand.
Produk – produk yang tergolong dalam dependent demand harus direncanakan atau dihitung. Peramalan hanya boleh dilakukan pada produ – produk yang tergolong ke dalam independent demand.
- Penentuan horizon peramalan berdasarkan kondisi aktual sistem manufaktur dan tujuan dari peramalan.
Semakin jauh periode di masa mendatang yang diramalkan-dengan asumsi faktor – faktor lain tetap-hasil ramalan akan semakin kurang akurat
-Disamping berdasarkan waktu, peramalan juga dapat dilakukan berdasarkan lokasi geografis, kelompok produk, yang dikenal sebagai peramlan berdasarkan dimensi agregasi dan disagregasi.


-Metode Deret Waktu (Time series Method)
Metode peramalan ini menggunakan deret waktu (time series) sebagai dasar peramalan.perlukan data aktual lalu yang akan diramalkan untuk mengetahui pola data yang diperlukan untuk menentukan metode peramalan yang sesuai. Beberapa metode dalam time series yaitu sebagai berikut:
•ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) pada dasarnya menggunakan fungsi eret waktu, metode ini memerlukan pendekatan model identification serta penaksiran awal dari paramaternya. Sebagai contoh: peramalan nilai tukar mata uang asing, pergerakan nilai IHSG.
• Kalman Filter banyak digunakan pada bidang rekayasa sistem untuk memisahkan sinyal dari noise yang masuk ke sistem. Metoda ini menggunakan pendekatan model state space dengan asumsi white noise memiliki distribusi Gaussian
•Bayesian merupakan metode yang menggunakan state space berdasarkan model dinamis linear (dynamical linear model). Sebagai contoh: menentukan diagnosa suatu penyakit berdasarkan data-data gejala (hipertensi atau sakit jantung), mengenali warna berdasarkan fitur indeks warna RGB, mendeteksi warna kulit (skin detection) berdasarkan fitur warna chrominant.
•Metode smoothing dipakai untuk mengurangi ketidakteraturan data yang bersifat musiman dengan cara membuat keseimbangan rata-rata dari data masa lampau.
•Regresi menggunakan dummy variabel dalam formulasi matematisnya. Sebagai contoh: kemampuan dalam meramal sales suatu produk berdasarkan harganya.

-Metode Kausal

Metode ini menggunakan pendekatan sebab-akibat, dan bertujuan untuk meramalkan keadaan di masa yang akan datang dengan menemukan dan mengukur beberapa variabel bebas (independen) yang penting beserta pengaruhnya terhadap variabel tidak bebas yang akan diramalkan. Pada metode kausal terdapat tiga kelompok metode yang sering dipakai :
•Metoda regresi dan korelasi memakai teknik kuadrat terkecil (least square). Metoda ini sering digunakan untuk prediksi jangka pendek. Contohnya: meramalkan hubungan jumlah kredit yang diberikan dengan giro, deposito dan tabungan masyarakat.
•Metoda ekonometri berdasarkan pada persamaan regresi yang didekati secara simultan. Metoda ini sering digunakan untuk perencanaan ekonomi nasional dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Contohnya: meramalkan besarnya indikator moneter buat beberapa tahun ke depan, hal ini sering dilakukan pihak BI tiap tahunnya.
•Metoda input output biasa digunakan untuk perencanaan ekonomi nasional jangka panjang. Contohnya: meramalkan pertumbuhan ekonomi seperti pertumbuhan domestik bruto (PDB) untuk beberapa periode tahun ke depan 5-10 tahun mendatang. Tahapan perancangan peramalan :

Secara ringkas terdapat tiga tahapan yang harus dilalui dalam perancangan suatu metoda peramalan, yaitu :
-Melakukan analisa pada data masa lampau. Langkah ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pola dari data bersangkutan.
-Memilih metoda yang akan digunakan. Terdapat bermacam-macam metoda yang tersedia dengan keperluannya. Metoda yang berlainan akan menghasilkan system prediksi yang berbeda pula untuk data yang sama. Secara umum dapat dikatakan bahwa metoda yang berhasil adalah metoda yang menghasilkan penyimpangan (error) sekecil-kecilnya antara hasil prediksi dengan kenyataan yang terjadi.
-Proses transformasi dari data masa lampau dengan menggunakan metoda yang dipilih. Kalau diperlukan, diadakan perubahan sesuai kebutuhannya.

Menurut John E. Hanke dan Arthur G. Reitch (1995), metode peramalan dapat dibagi menjadi dua yakni :

- Metode peramalan kualitatif atau subyektif Yaitu suatu :
“qualitative forecasting techniques relied on human judgments and intuition more than manipulation of past historical data,” atau metode yang hanya didasarkan kepada penilaian dan intuisi, bukan kepada pengolahan data historis.

- Metode Peramalan Kuantitatif
Sedangkan peramalan kuantitatif diterangkan sebagai : “quantitative techniques that need no input of judgments; they are mechanical procedures that produce quantitative result and some quantitative procedures require a much more sophisticated manipulation of data than do other, of course”.


E.Metode Konvensional
Beberapa metode konvensional dalam memperkirakan upaya pengujian :

- Ad-hoc metode,
Metode berdasarkan metode ini beban kerja pengujian tidak berdasarkan pada setiap batas waktu yang ditetapkan. Beberapa pekerjaan masih terus berlanjut hingga mencapai pasar dengan manajemen atau staf jadwal yang telah ditetapkan atau sampi pendanaan kehabisan anggaran.

- Pengembangan waktu presentase presentase waktu pengembangan.
premis dasar dari pekerjaan ini adalah untuk menguji beban kerja tergantung pada waktu pengembangan/upaya pembangunan.LOC seperti pertama, upaya pengembangan untuk menggunakan atau metode FP diperkirakan, dan kemudian gunakan beberapa untuk mencari membatasi pengujian beban kerja. Relative besar perubahan dalam cara ini dan biasanya didasarkan pada pengalaman sebelumnya.biasanya disediakan 5-7% untuk komponen dan pengujian integrasi 18-20% untuk pengujian system?10 % (ayau regresi pengujian dll)

- Analogi
Menurut proyek sebelumnya atau semacam itu dari pengalaman akumulasi atau data historis untuk memperkirakan beban kerja.analogi tergantung pada keakuratan estimasi proyek integritas data historis dan akurasi, karena itu analogi yang baik untuk menggunakan salah satu persyaratan adalah untuk membangun sebuah organisasi yang lebih baik dan analisis mekanisme evaluasi pasca proyek,analisis data historis proyek dapat diandalkan.

- WBS(pekerjaan Struktur breakdown)
metode estimasi akan dipecah menjadi proyek-proyek khusus atau produk kerja, dan kemudian secara terpisah memperkirakan waktu kerja masing-masing, jumlah akhir barang atau produk turunan pengujian usaha/waktu

- Delphi
Metode delpi adalah teknik penilaian yang paling popular, tidak ada data historis dalam konteks, pendekatan ini dapatr mengurangi bias estimasi. Metopde ini mendorong diskusi interaktif antara peserta mengenai masalah ini. Teknologi ini membutuhkan berbagai pengalaman yang relevan dan pasrtisipasi, mencoba meyakinkan orang lain.

- PERT estimasi
PERT pada penyelesaian berbagai kegiatan proyek diestimasikan dengan 3 situasi yang berbeda : sebuiah produk dengan ukuran yang diharapkan untuik mendapatkan skala dan deviasi standar statistic estimasi pert. Pert memperkirakan diharapkan baris kode yang tersedia ke E dan dan deviasi standar SD


F. Perencanaan dan Pengendalian Persediaan
1. Perencanaan
Suatu rencana adalah langkah realistis yang telah ditentukan sebelumnya, rencana memuat rincian kagiatan untuk mencapai tujuan. Rencana harus menetapkan kriteria penilaian dan standart pengukuran serta memberi peluang bagi kreativitas dan fleksibilitas. Dalam merencanakan kita harus memperhitungkan berbagai kondisi yang terjadi diperusahaan, Perencanaan juga harus saling berhubungan untuk memperbaiki profitabilitas. Perencanaan menentukan terlebih dahulu apa yang harus dilakukan, bagaimana harus dilaksanakan, kapan dan bagaimana alternatif untuk mencapai tujuan, termasuk biaya-biaya yang akan terjadi juga harus diukur. Untuk merencanakan besarnya jumlah persediaan, perlu mempertimbangkan biaya-biaya variabel berikut ini :

1.Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs), yaitu terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang disimpan semakin besar. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan adalah:

-modal (opportunity cost of capital), yaitu alternatif pendapatan atas dana yang diinvestasikan dalam persediaan.
-Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan, dan sebagainya).
-Biaya Keuangan.
-Biaya perhitungan fisik
-Biaya asuransi persediaan
-Biaya pajak persediaan.
-Biaya pencurian, pengrusakan, atau perampokan
-Biaya penanganan persediaan dan sebagainya.

2.Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement costs), biaya-biaya ini meliputi :
-Upah.
-Biaya telepon.
-Pengeluaran surat menyurat.
-Biaya pengepakan dan penimbangan.
-Pemprosesan pesanan dan biaya ekspedisi.
-Biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan.
-Biaya pengiriman ke gudang.
-Biaya utang lancar dan sebagainya.
-Biaya penyiapan (manufacturing) atau set-up cost. Hal ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri oleh perusahaan, perusahaan menghadapi biaya penyimpanan untuk memproduksi komponen tertentu.Biaya-biaya ini terdiri dari :
-Biaya mesin-mesin mengang
-Biaya persiapan tenaga kerja langsung.
-Biaya penjadwalan
-Biaya ekspedisi dan sebagainya.

3.Biaya kehabisan atau kekurangan bahan ( shortage costs) adalah biaya yang timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan adalah sebagai berikut :
-Kehilangan penjualan.
-Kehilangan pelanggan

4.Biaya pemesanan khusus.
- Biaya ekspedisi.
- Selisih harga.
- Terganggunya operasi.
- Tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya.

Biaya kekurangan bahan sulit diiukur dalam prakteknya, terutama karena kenyataan biaya ini sering merupakan opportunity costs yang sulit diperkirakan secara objektif.

2.Pengendalian

Pengendalian meliputi langkah yang dilakukan oleh manajemen untuk memperbesar kemungkinan pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam tahap perencanaan dan juga untuk memastikan bahwa seluruh bagian organisasi berfungsi sesuai tujuan organisasi. Pengendalian menurut Dlenn. Welsch Ronald W Hilton Paul (1995), adalah suatu proses untuk memastikan tindakan yang efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Pengendalian ini mencakup ; 1) Penetapan sasaran dan standart, 2) Membandingkan hasil dengan sasaran dan standart, 3) Mendorong keberhasilan dan memperbaiki kekurangan.

Ada dua tujuan utama dalam pengendalian internal atas persediaan antaralain mengamankan persediaan dan melaporkan secara tepat dalam laporan keuangan. Pengendalian persediaan harus dimulai segera setelah persediaan diterima. Laporan penerimaan yang sudah diberi nomor sebelumnya harus diisi oleh departemen penerimaan perusahaan untuk menetapkan tanggung-gugat (account-ability) awal atas persediaan. Untuk memastikan bahwa persediaan yang diterima sesuai yang dipesan, setiap laporan penerimaan harus cocok dengan pesanan pembelian. Pengendalian internal juga bersifat :.
-Detektif, ditujukan untuk mendeteksi kesalahan atau kekeliruan yang telah terjadi.
-Preventif (pencegahan), pengendalian preventif dirancang untuk mencegah kesalahan atau kekeliruan pencatatan
-Meningkatkan efisiensi dengan melaksanakan kebijakan dan prosedur untuk melakukan peningkatan yang mungkin dicapai.

Suatu sistem pengendalian internal merupakan bagian dari sebuah sistem pengendalian manajemen. Sistem pengendalian manajemen meliputi pengendalian administratif seperti anggaran untuk perencanaan dan pengendalian operasi, dan pengendalian akuntansi seperti prosedur pengendalian internal mengenai pemisahan tugas orang yang menghitung kas dari tugas orang yang memiliki akses terhadap pencatatan piutang.

-Metode-metode pengendalian persediaan
Secara kronologis metode pengendalian persediaan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

a)Pengendalian persediaan secara statistic (statistical inventory control)
Metode ini menggunakan ilmu matematika dan statistic sebagai alat bantu utama dalam memecahkan masalah kuantitatif dalam system persediaan. Pada dasarnya, metode ini berusaha mencari jawaban optimal dalam menentukan :
- Jumlah ukuran pemesanan dinamis (EOQ)
- Titik pemesanan kembali (Reorder Point)
- Jumlah cadangan pengaman (safety stock) yang diperlukan

Metode ini juga sering disebut metode pengendalian persediaan tradisional, karena member dasar lahirnya metode baru yang lebih modern, seperti MRP di Amerika dan Kanban di Jepang

Metode pengendalian persediaan secara statistic ini biasanya digunakan untuk mengendalikan barang yang permintaannya bersifat bebasdan dikelola saling bergantung, yang dimaksud permintaan bebas adalah permintaan yang hanya dipengaruhi mekanisme pasar sehingga bebas dari fungsi operasi produk. Sebagai contoh adalah permintaan untuk barang jadi dan suku cadang pengganti.

b)Metode perencanaan kebutuhan material
Metode pengendalian tradisional akan tidak efektif bila digunakan untuk permintaan yang bersifat tidak bebas. Yang dimaksud permintaan tidak bebas adalahb permintaan yag tergantung kepada kebutuhan suatu komponen/material dengan komponen/material lainnya. Dengan kata lain, kebutuhan tidak bebas adalah kebutuhan yang tunduk pada fungsi operasi produksi, sebagai gambaran adalah permintaan akan roda 4 mobil dan 1 kemudi hanya apabila ada permintaan 1 unit mobil, sehingga permintaan akan roda dan kemudi dikatakan tergantung pada permintaan mobil.
Metode MRP ini bersifat oriented, yang terdiri dari sekumpulan prosedur, aturan – aturan dan seperangkat mekanisme pencatatan yang dirancang untuk menjabarkan jadwal induk produksi (JIP). Dari sejarahnya, penerapan MRP pertama kali digunakan pada industry logam tipe job shop dimana tipe ini termasuk tipe yang paling sulit dikendalikan dalam system manufaktur.

c)Metode persediaan JUST in time (JIT)
Metode ini merupakan salah satu operasionalisasi dari konsep Just in Time (JIT), yang dikembangkan dalam system produksi Toyota Motor Co. produksi JIT berarti produksi pengendalian persediaan yang dinamakan Kanban. Dalam system ini,jenis dan juimlah unit yang diperlukan oleh proses berikutnya diambil dari proses sebelumnya, pada saat diperlukan.

ELEMEN MESIN - POROS (SHAFT)

Definisi.
Poros adalah suatu bagian stasioner yang beputar, biasanya berpenampang bulat dimana terpasang elemen-elemen seperti roda gigi (gear), pulley, flywheel, engkol, sprocket dan elemen pemindah lainnya. Poros bisa menerima beban lenturan, beban tarikan, beban tekan atau beban puntiran yang bekerja sendiri-sendiri atau berupa gabungan satu dengan lainnya. (Josep Edward Shigley, 1983)
Pembagian poros.
1. Berdasarkan pembebanannya
A. Poros transmisi (transmission shafts)
Poros transmisi lebih dikenal dengan sebutan shaft. Shaft akan mengalami beban puntir berulang, beban lentur berganti ataupun kedua-duanya. Pada shaft, daya dapat ditransmisikan melalui gear, belt pulley, sprocket rantai, dll.
B. Gandar
Poros gandar merupakan poros yang dipasang diantara roda-roda kereta barang. Poros gandar tidak menerima beban puntir dan hanya mendapat beban lentur.
C. Poros spindle
Poros spindle merupakan poros transmisi yang relatip pendek, misalnya pada poros utama mesin perkakas dimana beban utamanya berupa beban puntiran. Selain beban puntiran, poros spindle juga menerima beban lentur (axial load). Poros spindle dapat digunakan secara efektip apabila deformasi yang terjadi pada poros tersebut kecil.
2. Berdasar bentuknya
A. Poros lurus
B. Poros engkol sebagai penggerak utama pada silinder mesin
Ditinjau dari segi besarnya transmisi daya yang mampu ditransmisikan, poros merupakan elemen mesin yang cocok untuk mentransmisikan daya yang kecil hal ini dimaksudkan agar terdapat kebebasan bagi perubahan arah (arah momen putar).
Hal-hal yang harus diperhatikan.
1. Kekuatan poros
Poros transmisi akan menerima beban puntir (twisting moment), beban lentur (bending moment) ataupun gabungan antara beban puntir dan lentur.
Dalam perancangan poros perlu memperhatikan beberapa faktor, misalnya : kelelahan, tumbukan dan pengaruh konsentrasi tegangan bila menggunakan poros bertangga ataupun penggunaan alur pasak pada poros tersebut. Poros yang dirancang tersebut harus cukup aman untuk menahan beban-beban tersebut.
2. Kekakuan poros
Meskipun sebuah poros mempunyai kekuatan yang cukup aman dalam menahan pembebanan tetapi adanya lenturan atau defleksi yang terlalu besar akan mengakibatkan ketidaktelitian (pada mesin perkakas), getaran mesin (vibration) dan suara (noise).
Oleh karena itu disamping memperhatikan kekuatan poros, kekakuan poros juga harus diperhatikan dan disesuaikan dengan jenis mesin yang akan ditransmisikan dayanya dengan poros tersebut.
3. Putaran kritis
Bila putaran mesin dinaikan maka akan menimbulkan getaran (vibration) pada mesin tersebut. Batas antara putaran mesin yang mempunyai jumlah putaran normal dengan putaran mesin yang menimbulkan getaran yang tinggi disebut putaran kritis. Hal ini dapat terjadi pada turbin, motor bakar, motor listrik, dll. Selain itu, timbulnya getaran yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Jadi dalam perancangan poros perlu mempertimbangkan putaran kerja dari poros tersebut agar lebih rendah dari putaran kritisnya,
4. Korosi
Apabila terjadi kontak langsung antara poros dengan fluida korosif maka dapat mengakibatkan korosi pada poros tersebut, misalnya propeller shaft pada pompa air. Oleh karena itu pemilihan bahan-bahan poros (plastik) dari bahan yang tahan korosi perlu mendapat prioritas utama.
5. Material poros
Poros yang biasa digunakan untuk putaran tinggi dan beban yang berat pada umumnya dibuat dari baja paduan (alloy steel) dengan proses pengerasan kulit (case hardening) sehingga tahan terhadap keausan. Beberapa diantaranya adalah baja khrom nikel, baja khrom nikel molebdenum, baja khrom, baja khrom molibden, dll. Sekalipun demikian, baja paduan khusus tidak selalu dianjurkan jika alasannya hanya karena putaran tinggi dan pembebanan yang berat saja. Dengan demikian perlu dipertimbangkan dalam pemilihan jenis proses heat treatment yang tepat sehingga akan diperoleh kekuatan yang sesuai.
Perhitungan diameter poros.
1. Pembebanan tetap (constant loads)
A. Poros yang hanya terdapat momen puntir saja.
Untuk menghitung diameter poros yang hanya terdapat momen puntir saja (twisting moment only), dapat diperoleh dari persamaan berikut :

Selain dengan persamaan diatas, besarnya momen puntir pada poros (twisting moment) juga dapat diperoleh dari hubungan persamaan dengan variable-variable lainnya, misalnya :

B. Poros yang hanya terdapat momen lentur saja.
Untuk menghitung diameter poros yang hanya terdapat momen lentur saja (bending moment only), dapat diperoleh dari persamaan berikut :

C. Poros dengan kombinasi momen lentur dan momen puntir.
Jika pada poros tersebut terdapat kombinasi antara momen lentur dan momen puntir maka perancangan poros harus didasarkan pada kedua momen tersebut. Banyak teori telah diterapkan untuk menghitung elastic failure dari material ketika dikenai momen lentur dan momen puntir, misalnya :
1. Maximum shear stress theory atau Guest’s theory
Teori ini digunakan untuk material yang dapat diregangkan (ductile), misalnya baja lunak (mild steel).
2. Maximum normal stress theory atau Rankine’s theory
Teori ini digunakan untuk material yang keras dan getas (brittle), misalnya besi cor (cast iron).
Pada pembahasan selanjutnya, cakupan pembahasan akan lebih terfokus pada pembahasan baja lunak (mild steel) karena menggunakan material S45C sebagai material poros. Terkait dengan Maximum shear stress theory atau Guest’s theory bahwa besarnya maximum shear stress pada poros dirumuskan :


Tegangan geser yang diizinkan untuk pemakaian umum pada poros dapat diperoleh dari berbagai cara, salah satu cara diantaranya dengan menggunakan perhitungan berdasarkan kelelahan puntir yang besarnya diambil 40% dari batas kelelahan tarik yang besarnya kira-kira 45% dari kekuatan tarik. Jadi batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan tarik, sesuai dengan standar ASME. Untuk harga 18% ini faktor keamanan diambil sebesar . Harga 5,6 ini diambil untuk bahan SF dengan kekuatan yang dijamin dan 6,0 untuk bahan S-C dengan pengaruh masa dan baja paduan. Faktor ini dinyatakan dengan . Selanjutnya perlu ditinjau apakah poros tersebut akan diberi alur pasak atau dibuat bertangga karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup besar. Pengaruh kekasaran permukaan juga harus diperhatikan. Untuk memasukan pengaruh ini kedalam perhitungan perlu diambil faktor yang dinyatakan dalam yang besarnya 1,3 sampai 3,0 (Sularso dan Kiyokatsu suga, 1994: 8).
2. Pembebanan berubah-ubah (fluctuating loads)
Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai pembebanan tetap (constant loads) yang terjadi pada poros. Dan pada kenyataannya bahwa poros justru akan mengalami pembebanan puntir dan pembebanan lentur yang berubah-ubah.
Dengan mempertimbangkan jenis beban, sifat beban, dll. yang terjadi pada poros maka ASME (American Society of Mechanical Engineers) menganjurkan dalam perhitungan untuk menentukan diameter poros yang dapat diterima (aman) perlu memperhitungkan pengaruh kelelahan karena beban berulang.

Pengukuran Antropometri

A. Pengertian Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Antropometri artinya ukuran dari tubuh.
Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

B. Keunggulan Antropometri
Beberapa syarat yang mendasari penggunaan antropometri adalah:
a. Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar lengan atas, mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat sendiri dirumah.
b. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif
c. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus profesional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu.
d. Biaya relatif murah
e. Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas.
f. Secara alamiah diakui kebenaranya.


C. Kelemahan Antropometri
a. Tidak sensitif
b. Faktor diluar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi)
c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempungaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.
d. Kesalahan terjadi karena:
1) Pengukuran
2) Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan
3) Analisis dan asumsi yang keliru
e. Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:
1) Latihan petugas yang tidak cukup
2) Kesalahan alat atau alat tidak ditera
3) Kesulitan pengukuran

D. Jenis Parameter
a. Berat badan
Merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR.
Berat badan merupakan pilihan utama karena berbagai pertimbangan:
1) Parameter yang baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat.
2) Memberi gambaran status gizi sekarang dan gambaran yang baik tentang pertumbuhan
3) Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas.
4) Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh ketrampilan pengukur
5) KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk pendidikan dan monitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan sebagai dasar pengisian.

Alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan:
1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain.
2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya.
3) Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg
4) Skala mudah dibaca
5) Cukup aman untuk menimbang anak balita.

Cara menimbang/mengukur berat badan:
1) Langkah I
Gantungkan dacin pada:
 Dahan pohon
 Palang rumah atau penyangga kaki ktiga
2) Langkah 2
Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat
3) Langkah 3
Sebelum dipakai, letakkan bandul geser pada angka 0 (nol)
4) Langkah 4
Pasanglah celana timbang, kotak timbang, atau sarung timbang yang kosong pada dacin.
5) Langkah 5
Seimbangkan dacin yang sudah dibebani celana timbang
6) Langkah 6
Anak di timbang dan seimbangkan dacin
7) Langkah 7
Tentukan berat badan anak dengan membaca angka diujung bandul geser.
8) Langkah 8
Catat hasil penimbangan di atas pada secarik kertas
9) Langkah 9
Geserlah bandul ke angka nol, letakkan batang dacin dalam tali pengaman, setelah itu bayi baru anak dapat diturunkan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menimbang berat badan anak:
1) Pemeriksaan alat timbangan
2) Anak balita yang ditimbang
3) Keamanan
4) Pengetahuan dasar petugas.


b. Umur
Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi. Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur digunakan adalah tahun umur penuh dan untuk anak 0-2 tahun digunakan bulan penuh.
Contoh : tahun usia penuh.
Umur : 7 tahun 2 bulan dihitung 7 tahun
6 tahun 11 bulan dihitung 6 tahun.

c. Tinggi Badan
Cara mengukur:
1) Tempelkan dengan paku mikrotoa tersebut pada dinding yang lurus datar sehingga tepat 2 meter.
2) Lepaskan sepatu atau sandal.
3) Anak harus berdiri tegak seperti sikap siap sempurna
4) Turunkan mikrotoa sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku harus lurus menempel pada dinding.
5) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan mikrotoa.

d. Lingkar Lengan Atas
1) Baku lingkar lengan atas yang digunakan sekarang belum dapat mendapat pengujian memadai untuk digunakan di Indonesia.
2) Kesalahan pengukuran LLA (ada berbagai tingkat ketrampilan pengukur) relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, mengingat batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LLA dari pada tinggi badan.
3) Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan.

Cara mengukur:
 Yang diukur adalah pertengahan lengan atas sebelah kiri
 Lengan dalam keadaan bergantung bebas, tidak tertutup kain atau pakaian
 Pita dilingkarkan pada pertengahan lengan tersebut sampai cukup terukur keliling lingkaran lengan.

e. Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala.

Alat dan tehnik pengukuran:
Alat yang sering digunakan dibuat dari serat kaca (fiber glas) dengan lebar kurang dari 1 cm, fleksibel, tidak mudah patah, pengukuran sebaiknya dibuat mendekati 1 desimal, caranya dengan melingkarkan pita pada kepala.

f. Lingkar Dada
Biasanya dilakukan pada anak berumur 2-3 tahun, karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan.

Alat dan tehnik pengukuran:
Alat yang digunakan adalah pita kecil, tidak mudah patah, biasanya terbuat dari serat kaca (fiber glas). Pengukuran dilakukan pada garis puting susu. Masalah yang sering dijumpai adalah mengenai akurasi pengukuran (pembaca), karena pernapasan anak yang tidak teratur.

ELEMEN GERAKAN THERBLIG

Elemen therblig adalah penggolongan elemen kerja ke dalam beberapa kelompok elemen, yang diperkenalkan pertama kali oleh Gilbert. Elemen therblig ini berkaitan dengan pembuatan peta tangan kanan dan tangan kiri.

Peta tangan kiri -tangan kanan adalah peta kerja setempat yang bermanfaat
untuk menganalisis gerakan tangan operator dalam melakukan pekerjaan yang bersifat manual. Peta ini akan menggambarkan semua kegiatan ataupun delay yang terjadi yang dilakukan oleh tangan kanan maupun tangan kiri secara detail sesuai dengan eiemen therblig yang membentuk gerakan tersebut.

Pada elemen therblig ada 17 gerakan dasar diantaranya adalah: mencari
(search), memegang (hold), menjangkau (reach), mengambil (grasp), memakai (use), membawa dengan beban (move), mengarahkan (position), merakit (assembly), memeriksa (inspection), melepas (release), keterlambatan yang tidak dapat dihindarkan (unavoidable delay), dan lain-lain.

Gerakan elemen Therblig diuraikan menjadi 17 gerakan dasar yaitu:
• Search (S)
Merupakan elemen dasar gerakan pekerja untuk menentukan lokasi
suatu obyek, dalam hal ini dilakukan oleh mata. Gerakan ini dimulai
pada saat mata bergerak mencari obyek dan berakhir bila obyek
tersebut sudah ditemukan.

• Select (SE)
Merupakan gerakan kerja untuk menemukan atau memilih suatu obyek
diantara dua atau lebih obyek yang sama lainnya.
• Grasp (G)
Merupakan elemen gerakan tangan yang dilakukan dengan menutup
jari-jari tangan pada obyek yang dikehendaki dalam suatu operasi
kerja.
• Reach (RE)
Merupakan gerakan yang menggambarkan gerakan tangan berpindah
tempat tanpa beban atau hambatan baik gerakan menuju atau menjauhi
obyek.
• Move (M)
Merupakan gerakan perpindahan tangan, hanya di sini tangan bergerak
dalam kondisi membawa beban.
• Hold(H)
Elemen gerakan yang terjadi pada saat tangan memegang obyek tanpa
menggerakkan obyek tersebut.

• Release (RL)
Elemen gerakan yang terjadi pada saat tangan operator melepaskan
kembali terhadap obyek yang dipegang sebelumnya.
• Position (P)
Elemen gerakan yang terdiri dari menempatkan obyek pada lokasi
yang dituju secara tepat.
• Pre-Position (PP)
Elemen gerakan yang mengarahkan obyek pada suatu tempat
sementara sehingga pada saat kerja mengarahkan obyek benar-benar
dilakukan maka dengan mudah obyek akan bisa dipegang dan dibawa
ke arah tujuan yang dikehendaki.
• Inspect (I)
Langkah kerja untuk menjamin bahwa obyek telah memenuhi
persyaratan kualitas yang ditetapkan.

• Assembly (A)
Elemen gerakan yang menghubungkan dua obyek atau lebih menjadi
satu kesatuan.
• Dis-Assembly (DA)
Elemen gerakan yang memisahkan atau menguraikan dua obyek yang
tergabung menjadi satu menjadi obyek-obyek terpisah.
• Use (U)
Elemen gerakan dimana salah satu atau kedua tangan digunakan unruk
memakai atau mengontrol suatu alat atau obyek untuk tujuan tertentu.
• Unavoidable Delay (UD)
Kondisi kerja ini merupakan kondisi yang diakibatkan oleh hal-hal
yang di luar kontrol dari operator dan merupakan interupsi terhadap
proses kerja yang sedang berlangsung.
• Avoidable Delay (AD)
Waktu menganggur yang terjadi selama siklus kerja yang dapat
dihindarkan.
• Plan (P)
Merencanakan merupakan proses mental dimana operator berhenti
sejenak bekerja dan memikirkan untuk menentukan tindakan
selanjutnya.

• Rest to Overcome Fatiaue (R)
Waktu untuk memulihkan kondisi badan dari kelelahan fisik

diambil dari : berbagai sumber